Bullying adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan menggunakan kekuasaan yang dapat menyakiti orang lain. Perbuatan ini, bullying, sudah dilakukan sejak dulu. Bahkan di zaman sekarang perbuatan tidak tersebut masih banyak ditemukan terkhususnya di lingkungan sekolah. Perilaku bullying biasanya dilakukan dan dialami oleh anak-anak.
Perilaku bullying perlu mendapatkan perhatian khusus dari berbagai kalangan. Perhatian ini tidak hanya ditujukan kepada korban namun juga untuk pelaku. Peran orang dewasa seperti orang tua ataupun guru menjadi sangat penting untuk mengawasi, mengidentifikasi, dan mengontrol tindakan-tindakan yang mengarah pada perilaku bullying.
Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi upaya-upaya untuk mengatasi tindakan bullying tetapi juga memfokuskan kepada tahap preventif atau pencegahan agar kasus bullying atau perundungan dapat ditekan.
Sekolah menjadi tempat yang sering ditemukan kasus perundungan. Padahal sekolah seharusnya menjadi tempat yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif seperti sopan santun, hormat kepada sesama warga sekolah teman terkhususnya. Disinilah seharusnya peran sekolah hadir dengan tegas untuk memberi batas-batas perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang siswa.
Hadirnya peran dari pihak sekolah bertujuan untuk menghentikan siklus perilaku perundungan, menciptakan lingkungan yang seharusnya bebas dari tindakan bullying, dan yang terpenting adalah mengkondisikan lingkungan yang membuat para siswa tidak akan bertindak semena-mena terhadap siswa lainnya. Walaupun sudah diberi sanksi dan juga sosialisasi kepada murid-murid di sekolah, angka kasus perundungan tidak kunjung menurun.
Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu bull yang berarti banteng. Secara etimologi kata bully berarti penggertak atau orang yang mengganggu yang lemah. Pengertian bullying menurut para ahli yaitu menurut Rigby (1994), bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti yang diperlihatkan ke dalam aksi secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang.
Dan dilakukan secara senang bertujuan untuk membuat korban menderita. Menurut Salmivalli, dkk dalam Trismani & Wardani dalam tindakan perundungan atau bullying terdapat peran-peran yang mengisi tindakan tersebut, setidaknya terdapat 5 peran di dalamnya.
Kelima peran tersebut adalah sebagai berikut, Peran pertama adalah bully. Peran ini dimainkan oleh seorang siswa yang bertindak sebagai pemimpin dari sekelompok siswa yang aktif melakukan tindakan perundungan atau bullying. Peran kedua adalah asisten bully. Peran ini dilakukan oleh seorang atau beberapa siswa yang ikut secara aktif dalam tindakan bullying atau perundungan. Namun, peran ini memiliki ketergantungan kepada peran bully atau pemimpin mereka.
Selain terdapat peran yang secara aktif melakukan tindakan perundungan, terdapat juga siswa yang terlibat dalam perundungan namun tidak secara langsung atau aktif. Mereka berada di lokasi terjadinya tindakan perundungan atau bullying. Mereka hanya menyaksikan, menjadikan apa yang mereka lihat sebagai hiburan mereka serta memberitahu kejadian tersebut kepada yang lainnya disaat kejadian perundungan sedang berlangsung.
Sekeras dan sekejam apapun perilaku perundungan tidak sedikit yang mau membela korban perundungan. Siswa yang melakukan peran ini disebut sebagai defender. Namun, karena aksinya inilah ia juga terkena aksi bullying dari para pelaku.
Yang terakhir adalah outsider. Siswa yang mengetahui akan terjadinya perilaku bullying di sekolah namun bersikap acuh tak acuh atau tidak mempedulikannya disebut sebagai outsider. Macam-Macam Bullying, Bullying secara verbal Bullying verbal merupakan bentuk tindakan bullying atau perundungan secara tidak langsung atau kasat mata tetapi dampaknya dapat dirasakan hingga hati. Contohnya seperti memanggil dengan panggilan atau julukan yang buruk, menggoda, mengejek, menghina, maupun mengancam.
Bullying secara fisik, Bullying fisik adalah tindakan perundungan secara kasat mata yang melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban serta dapat menyebabkan efek jangka pendek maupun jangka panjang. Contohnya seperti mendorong, memukul, mengajak berkelahi, mengambil barang yang bukan miliknya secara paksa, dikunci di ruang tertutup ataupun menghancurkan barang orang lain.
Bullying secara social, Bullying secara sosial ini adalah penindasan yang dapat mengakibatkan rusaknya reputasi atau hubungan seseorang. Contoh tindakan dari bullying secara sosial ini mencakup berbohong, mempermalukan seseorang, menyebarkan rumor negatif, hingga mengucilkan seseorang.
Cyberbullying (secara dunia maya), Cyberbullying adalah perundukan yang dilakukan di dunia maya dan menggunakan teknologi digital. Tindakan bullying ini menjadi tindakan bullying yang paling marak terjadi akhir-akhir ini dikarenakan kemajuan pesat teknologi dan informasi.
Perundungan ini meliputi mengunggah gambar atau video yang tidak pantas, menyebar gosip atau rumor negatif secara online, memberikan komentar secara kasar yang menjatuhkan orang lain, dan menyakiti dengan kata-kata yang ditulis di internet atau media sosial.
Sedangkan dampak bullying pada korban bullying dilakukan pelaku tanpa memikirkan kondisi korbannya. Banyak terjadi kasus bolos sekolah bahkan sampai bunuh diri akibat menerima pembullyan di sekolah. Adapun dampak-dampak negatif yang disebabkan oleh bullying antara lain, takut atau malas berangkat ke sekolah.
Korban yang mengalami tindakan bullying atau perundungan akan memiliki ingatan yang tidak enak seperti pelecehan melalui kata-kata, rasa sakit yang dirasakan di sekujur tubuh jika mengalami bullying secara fisik. Hal ini membuat para korban tidak ingin mengalami hal yang serupa. Dari sini munculah rasa malas dan takut untuk pergi ke tempat di mana korban mengalami perundundungan, sekolah.
Prestasi akademik menurun. Tindakan bullying tidak hanya memberi dampak terhadap fisik korban. Tindakan tersebut juga memberi dampak kepada psikologis korban, seperti rasa takut. Rasa takut yang berlebih akan membebani pikiran korban dan dapat memecah fokus korban yang sebelumnya fokus kepada materi pelajaran sekarang lebih memikirkan rasa takut yang dihadapinya.
Merasa tidak dihargai di lingkungan sekitar. Perilaku semena-mena yang diterima korban perundungan, menyadari tidak ada seorang pun yang menolongnya untuk keluar dari situasi perundungan serta ejekan dan tertawaan yang dilontarkan kepadanya membuat dirinya merasa tidak dihargai.
Menurunnya kemampuan sosial emosional. Kemampuan ini dikembangkan pada anak-anak yang duduk di bangku TK atau PAUD. Tujuan dari mengembangkan kemampuan ini untuk membentuk potensi anak, memudahkan anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya, serta menerima situasi dan kondisi lingkungan tempat ia tinggal. Sulit memahami dirinya sendiri, memiliki rasa khawatir yang berlebihan.
Menerima berbagai perilaku yang tidak seharusnya atau mendengar ucapan-ucapan atau kata-kata buruk yang merujuk kepada korban, membuat diri korban merasa bahwa apa yang dikatakan oleh pelaku itu benar sehingga nantinya korban tidak dapat memahami dan mengenal dirinya sendiri sebagaimana mestinya.
Ikut melakukan kekerasan untuk melakukan balas dendam atau pelampiasan. Sebagai contoh, pria yang pernah dibully oleh wanita bisa menjadi seorang misoginis. Contoh lainnya adalah ketika seseorang mengalami tindakan bullying yang cukup parah dan tidak lagi mampu menahannya, orang yang menjadi korban tersebut akan melampiaskan rasa takut, emosi, khawatirnya kepada orang lain dengan melakukan hal yang sama seperti yang dialaminya.
Menjadi pengguna obat-obatan terlarang. Rasa takut dan khawatir yang berlebihan serta tidak adanya seseorang yang dapat menjadi tempat untuk berkeluh kesah atau yang membuat dirinya tetap tenang, bertahan dan kuat untuk melawan tindakan perundungan membuat korban melarikan dirinya dengan menggunakan obat-obatan terlarang untuk menenangkan dirinya. Mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Ada beberapa cara mengatasi tindakan bullying, tindakan bullying kalau dibiarkan begitu saja nantinya akan terus berlanjut dan tidak ada selesainya. Maka dari itu, apabila terjadi sebuah tindakan bullying harus secepatnya diatasi. Hal ini berlaku untuk semua bentuk bullying baik yang dilakukan di sekolah yaitu tempat paling rawan kasus bullying ataupun di dunia kerja.
Cara Mengatasi Tindakan Bullying
Cara untuk mengatasi tindakan bullying antara lain, Tetap tenang, diketahui kebanyakan kasus bully diawali dengan keinginan memancing reaksi seperti takut, marah, sedih, dan yang lain-lain. Itu sebabnya, seseorang sebaiknya tidak memberikan reaksi apapun dan tetap tenang saja ketika dihadapi oleh provokasi pelaku. Hal ini dilakukan untuk mencegah pelaku bullying merasa puas dengan reaksi yang dari korban atas aksi yang mereka lakukan.
Mencari bantuan orang lain, bantuan dari orang terpercaya seperti guru, atasan, ataupun pihak yang berwenang pastinya akan membuahkan hasil. Bisa berupa ketenangan hati sampai bantuan berupa pelaporan, sehingga pelaku bisa ditindak dengan tegas. Perlu diingat bahwa dalam cara yang satu ini peran guru, atasan, ataupun pihak yang berwenang itu besar. Penanganan yang responsive merupakan tindakan yang ideal dalam kasus bullying dan aksi tersebut juga dapat mencerminkan kepedulian mereka dalam menangani kasus tersebut.
Mengidentifikasi dan melaporkan lebih lanjut, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menunjukan kepada pelaku bahwa tindakan mereka itu tidak sepantasnya. Dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran bahwa tindakan bullying ini tidak seharusnya dilakukan dan kemauan untuk menghentikannya.
Pendidikan karakter, apabila tindakan bullying sudah terjadi, yang dilakukan setelahnya atau penanggulangannya juga penting penting untuk memastikan tindakan bullying tidak terjadi lagi di lingkungan tersebut. Dengan adanya pendidikan karakter, pengendalian sosial menjadi diperkuat, penerapannya dapat dilihat ketika pendidik atau atasan menertibkan peserta didik atau bawahan yang berpotensi atau menunjukan indikasi menjadi pelaku bullying. Tentunya aksi ini juga diikuti dengan pengawasan dan penanganannya.
Mengembangkan budaya damai, setelah terjadinya kasus bullying tidak jarang ditemukan kasus dimana korban memendam rasa dendam terhadap si pelaku. Maka dari itu, budaya meminta dan memberi maaf sangat penting. Memang tidak bisa dipaksakan, aksi meminta maaf oleh pelaku pun harus bersifat tulus dan bukan karena keharusan, namun dengan lingkungan yang damai, dorongan untuk berdamai yang datang dari lingkungan sekitar. Tentunya akan memberikan pengaruh baik ke pelaku, dan secara tidak langsung mendorongnya untuk meminta maaf dan berdamai dengan si korban.
Bukan hanya itu saja, salah satu kasus yang sering terjadi di sekolah baik dari tingkat SD, SMP maupun SMA antara lain bullying di sekolah sering dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelas. Hal tersebut terjadi bisa dikarenakan adanya dua kemungkinan ini, yaitu pertama, apakah bullying itu dilakukan memang saat penyelenggaraan perpeloncoan di sekolah atau yang dikenal dengan nama Masa Orientasi Sekolah (“MOS”) atau masa pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru.
Atau yang kedua, bullying itu dilakukan tidak saat MOS, kasus yang paling sering terjadi saat ini adalah bullying senior ke junior saat masa orientasi siswa baru. Istilah Bully banyak digunakan untuk menunjukkan perilaku menindas yang terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini jelas melanggar Undang-Undang HAM pasal 28J ayat 1 “setiap orang wajib mengormati hak asasi manusia orang dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
Bullying dari senior tidak hanya berupa fisik, tetapi bullying batin juga. Contoh bullying fisik dari senior yaitu, saat baris berbaris diuji kekuatannya dan mentalnya dengan dipukul, jika badan bergerak, berarti fisik kita tidak kuat. Sedangkan contoh bullying batin yaitu dimarahi senior dengan kata kata yang sakit di hati.
Pelanggaran HAM jenis ini harus segera diberantas tuntas. Karena membahayakan kesejahteraan psikologis para korban. Para siswa yang sering dibully sering kali menderita trauma mendalam, yang dapat merusak pembelajaran dan kehidupan selanjutnya.
Junior yang telah dibully oleh senior, mereka dapat kemudian mengulangi perilaku yang sama ketika mereka menjadi senior sendiri, dan menciptakan tradisi. Kebanyakan sekolah sudah melarang bullying di sekolahnya, tetapi kelalaian sekolah dalam monitoringnya masa orientasi siswa menyebabkan adanya kesempatan senior untuk melakukan pelanggaran HAM tersebut.
Jika bullying itu dilakukan saat terselenggaranya perpeloncoan di sekolah, adapun ketentuan dasar mengenai pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru yang dibenarkan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru (“Permendikbud 18/2016”).
Dalam Permendikbud 18/2016 tersebut antara lain berisi ketentuan bahwa dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru perlu dilakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif untuk mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan.
Terkait hal ini, pelaku bullying yang dilakukan bukan pada masa pengenalan sekolah juga dapat diterapkan hukuman ketentuan pidana dalam UU Perlindungan Anak dan ketentuan perdata untuk ganti kerugian secara immateriil. Melihat dari bagaimana bullying itu dilakukan, maka Khusus bullying yang dilakukan pada anak dibawah umur, atau pada siswa sekolah, maka pelaku dapat dihukum dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang tersebut telah mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta. Praktiknya, bullying kerap dialami anak di lingkungan sekolah. Banyaknya kasus bullying di sekolah disebabkan dari tontonan TV yang tidak mendidik.
Tontonan TV kerap menampilkan adegan-adegan kekerasan yang seharusnya disensor untuk anak-anak. Jika bullying ini dilakukan di lingkungan pendidikan, maka kita perlu melihat juga Pasal 54 UU 35/2014 yang berbunyi: (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Penyelesaian Tindakan Bullying di Sekolah
Penyelesaian dari tindakan bullying yang dilakukan di sekolah ini dapat dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu dalam hal ini adalah guru. Penanganan yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan cara usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya. Kedua bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. Jangan pernah menyalahkan anak atas tindakan bullying yang ia alami.
Ketiga, mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
Keempat, amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
Kelima, binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa. Keenam, minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
Selain pihak sekolah, keluarga juga menjadi pihak yang penting dalam penyelesaian kasus bullying ini. Hal-hal yang dapat dilakukan pihak keluarga untuk menangani kasus bullying adalah sebagai berikut, segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas.
Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban.Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
Untuk pencegahan kasus bullying, maka bagi anak yang sering mendapatkan perilaku bullying dapat diberikan bekal sebagai berikut, bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying.
Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis. Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima. Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi)
anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya. Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak. Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami. (Dari Berbagai Sumber)