KARYA ILMIAH Oleh : Muhammad Samin
Latar Belakang Masalah
NARASI JURNAL.COM, DHARMASRAYA – Dharmasraya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Pada kawasan ini dahulunya pernah menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan kerajaan Melayu. Ibu kota Kabupaten Dharmasraya adalah Pulau Punjung. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2003, dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Dharmasraya dikenal juga dengan sebutan Ranah Cati Nan Tigo. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Dharmasraya 2021, penduduk kabupaten ini berjumlah 228.591 jiwa (2020), dengan kepadatan 77 jiwa/km2 (Wikipedia).
Dari 52 Nagari (Desa-red) yang ada di Kabupaten Dharmasraya, Nagari Sungai Kambut merupakan ibu kota dari Kabupaten Dharmasraya. Sebagai nagari yang menjadi pusat ibu kota Kabupaten Dharmasraya, tentu perputaran ekonomi dan perkembangan wilayah juga menjadi pesat. Salah satu yang berkembang pesat di Dharmasraya adalah pusat hiburan.
Disetiap daerah di Indonesia, terutama perkotaan, pusat hiburan menjadi sasaran utama bagi pelaku bisnis untuk mendirikan kafe. Namun banyak pelaku bisnis yang menyalahgunakan pendirian kafe, dari tempat tongkrongan, tempat melepas lelah dan istirahat, malah saat ini menjadi tempat hiburan untuk minum-minuman beralkohol hingga dijadikan lokasi untuk praktik prostitusi illegal.
Hal ini juga terjadi di Nagari Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, dimana di sepanjang Jalan Lintas Sumatera, berdiri beberapa kafe dengan desain kafe remang-remang. Disebut remang-remang, karena kafe ini hanya difasilitasi listrik seadanya, kemudian dengan lampu klap klip dan dentuman musik untuk berkaroke. Bahkan didalamnya terdapat prostitusi terselubung, mabuk-mabukan, dan adanya pasangan yang beda kelamin bermesraan ditempat tersebut.
Keberadaan kafe remang-remang tersebut, mendapat kecaman dari masyarakat Nagari Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Bahkan pada pertengahan Maret 2012, keberadaan kafe kian membuat masyarakat resah terutama kaum ibu-ibu. Sehingga tak terhindar, beberapa kafe yang ada di Jalan Lintas Sumatera dibakar oleh massa.
Dari fenomena diatas, penulis melakukan penelitian, sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh komandan Satuan Polisi Pamong Praja, untuk mengkaji seberapa besar dampak eksistensi kafe remang remang terhadap masyarakat sekitar dan terutama terhadap kehidupan rumah tangga.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode kualitatif deskriptif. Sehingga teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancaran dan dokumentasi.
Pembahasan
Pada pertengahan Maret 2012 lalu, tepatnya pada tanggal 20 Maret 2012 di Nagari Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, terjadi pembakaran kafe remang-remang yang dilakukan oleh masyarakat. Aksi pembakaran ini dilakukan oleh masyarakat, karena resahnya masyarakat terhadap keberadaan kafe di sepanjang Jalan Lintas Sumatera yang diduga tempat prostitusi terselubung.
Masyarakat telah melakukan berbagai aksi dan telah memberikan peringatan terhadap pemilik kafe, namun peringatan yang dilakukan oleh warga tidak diindahkan oleh pemilik kafe. Bahkan hampir tiap malam, kerlipan lampu dan dentuman musik semakin menjadi-jadi bahkan di kafe tersebut juga tersedia wanita dengan berpakain seksi yang diduga para PSK.
Peringatan masyarakat tidak hanya terhadap para pemilik kafe, tetapi juga masyarakat mendatangi pemerintah untuk menutup kafe yang berada di Sepanjang Jalan Lintas Sumatera. Akan tetapi himbauan yang telah dilakukan oleh masyarakat yang terdiri dari tokoh pemuda, alim ulama, ninik mamak Sungai Kambut tidak diindahkan. Bahkan kafe yang ada terus beroperasi, sehingga membuat masyarakat geram dan marah serta membakar kafe yang berada di Jalan Lintas Sumatera tersebut.
Peristiwa pembakaran kafe diwilayah Dharmasraya, tidak hanya terjadi di Nagari Sungai Kambut, pembakaran kafe juga dilakukan di Nagari Koto Gadang Kecamatan Koto Besar pada tanggal 22 Oktober 2018 lalu. Sebelum pembakaran kafe tersebut, siangnya ratusan emak-emak melakukan penyisiran kafe karakoke diwilayah tersebut. Para emak-emak ini berhasil mengamankan 5 wanita yang diduga sebagai pekerja pelayan di kafe tersebut. Kemudian pada malam harinya, puluhan masyarakat membakar kafe tersebut sebagai bentuk protes terhadap keberadaan kafe.
Adanya aksi heroic yang dilakukan masyarakat, penulis mencoba melakukan penilitian terhadap eksistensi kafe remang remang terhadap kehidupan rumah tangga terutama dampak terhadap masyarakat sekitar.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, seluruh responden tidak setuju dengan keberadaan kafe remang-remang, bahkan responden atau masyarakat meminta agar pemerintah mulai dari pemerintah level terendah hingga daerah untuk segera menutup kafe tersebut sehingga tidak ada kejadian aksi pembakaran kafe seperti terdahulu.
Dampak utama dari tanggapan masyarakat yakni dengan adanya kafe remang-remang, karena mereka tidak ingin nagari mereka menjadi sarang maksiat. Dalam pernyataan mereka, dosa yang dilakukan dilokasi tersebut juga ditanggung oleh masyarakat yang ada di nagari termasuk Dharmasraya.
“Apapun dosa yang dilakukan di kafe remang-remang tersebut, kami juga mendapat dosa kalau kami membiarkan. Kami selalu meminta ketokoh agama, wali nagari untuk tidak ada lagi kafe remang remang diwilayah kita,” (wawancara ibu yeni).
Kafe yang ada, buka selalu tengah malam, kemudian ada minuman yang memabukkan ditambah juga ada pelayan wanita dengan berpakain seksi. Tentu itu akan mengundang maksiat, nah kalau sudah mengundang maksiat siapa yang akan menanggung dosa. Tentu kami yang berada dilokasi tersebut, meski kami tidak berbuat tapi membiarkan kafe tersebut ada.
“Tutup sajalah pak,” (lanjutan wawancara).
Selain itu, masyarakat juga mengatakan bahwa dengan adanya kafe tersebut, warga sekitar juga merasa terganggu istirahatnya. Sebab dentuman musik dan nyanyian yang keras, membuat istirahat masyarakat sekitar menjadi terganggu. “Kami ingin istirahat pak, pernah anak saya sakit dan selalu menangis karena kebisingan dari dentuman musik yang ada,”.
Alasan lainnya, masyarakat juga mengatakan sejak adanya kafe tersebut, banyak hubungan suami istri yang bertengkar akibat suaminya yang sering ke kafe. Bahkan banyak yang bercerai, sebab suaminya sudah terpikat dengan gadis kafe.
Beberapa responden juga mengatakan bahwa keberadaan kafe juga merusak mental para generasi muda yang tidak hanya nagari Sungai Kambut akan tetapi Dharmasraya, sebab dari pantaun mereka banyak juga yang mengunjungi kafe tersebut dari kalangan pemuda bahkan ada yang berstatus pelajar.
“Pemilik kafe tidak membatasi siapa yang masuk, pelajar saja boleh masuk dan minum-minuman keras dengan dilayani wanita berpakain seksi. Ini akan merusak mental generasi muda kita,” (wawancara Desip)
Kemudian, para responden juga ada yang mengatakan bahwa di kafe tersebut merupakan sarang transksi narkoba, sehingga penertiban atau penutupan kafe tersebut tidak hanya harus dilakukan oleh pemerintah tetapi semua unsur, terutama pihak kepolisian dan TNI.
Dari hasil wawancara, seluruh responde meminta agar seluruh kafe yang berada di Jalan Lintas Sumatera untuk ditutup dan diminta agar pemerintah daerah tegas menertibkan kafe tersebut. Masyarakat mengatakan jika memang, tetap ingin berusaha, bukalah kafe dengan tidak konsep remang-remang tetapi konsepnya terang dan berdiri tidak tersembunyi. Sehingga bisa dinikmati tidak hanya kaum laki-laki saja, akan tetapi wanita, tuan dan muda juga. Hasil penelitan yang dilakukan Masyarakat memberikan persepsi berdasarkan beberapa hal yaitu dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar.
Kesimpulan
Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan yang di lakukan dapat di tarik kesimpulan bahwa respon masyarakat terhadap keberadaan café remang-remang di Nagari Sungai Kambut yaitu negative, bahkan seluruh responden meminta agar kafe yang ada ditutup.
Keberadaan Kafe remang remang yang ada memberikan dampak negative terhadap masyarakat, mulai dari dampak social, ekonomi bahkan merusak mental generasi muda dan juga berdampak terhadap rumah tangga. (***)